Paket Exclusive

Pertemuan itu bermula tak terduga saat kelas PKU disatukan secara daring di semester dua. Di antara banyak wajah oncam, sorot mataku tertuju pada Aisyah yang auranya berbeda, getarnya asing tapi hangat. Sejak itu, setiap kali ia meminta catatan atau tugas, aku mengirimkannya bukan hanya dengan data, tapi juga ketulusan yang diam-diam kuselipkan. Untuk lebih dekat, aku mulai menyapa lewat status dan unggahannya, meski dalam hati masih bertanya: adakah rasa yang sama di sisinya? Hingga suatu hari aku berhenti menyapa langsung, hanya membuat status dan Aisyah membalas. Balasannya sederhana, tapi cukup mengubah segalanya. Sejak itu, komunikasi kami tak lagi biasa. Dari layar kecil dan interaksi sederhana, tumbuh cinta yang perlahan menjadi ikatan sebuah awal yang diam-diam mengarah pada bahtera bernama masa depan bersama.

Waktu membawa kami pada fase jarak jauh yang tak terelakkan, saat Irdi, harus melanjutkan studi S2 di Yogyakarta. Kegelisahan pun hadir, Irdi yang takut kehilangan, sementara Aisyah mendambakan kejelasan. Dalam ragu dan harap, tumbuh keberanian untuk membawa kisah ini ke tahap serius, hingga Aisyah menyampaikan niat kepada orang tua. Dua keluarga pun bertemu dan menyepakati satu hal: tunangan dilaksanakan, tetapi pernikahan akan digelar usai pendidikan selesai. Maka dimulailah LDR, penuh rindu dan ketidakpastian, bagai rembulan yang kehilangan cahayanya. Meski berat, kami percaya, kesetiaan akan memelihara cinta ini hingga tiba waktunya untuk benar-benar bersama.

Skenario Allah begitu indah, melebihi rencana manusia. Setelah sekian lama bersama dalam penantian, akhirnya Irdi memantapkan hati mengkhitbah Aisyah, perempuan yang selama ini dinanti, jelita dalam rupa, lembut dalam jiwa. Usai lulus CPNS dan menghentikan studi S2, tanpa ragu Irdi melangkah. Pertemuan dua keluarga pun menghasilkan keputusan bulat yakni akan dilaksanakan pernikahan. Di waktu dan tempat yang ditentukan-Nya, kami dipersatukan, memulai perjalanan hidup bersama dalam ikatan suci, sebagaimana yang selama ini kami doakan dalam diam.

Pertemuan itu bermula tak terduga saat kelas PKU disatukan secara daring di semester dua. Di antara banyak wajah oncam, sorot mataku tertuju pada Aisyah yang auranya berbeda, getarnya asing tapi hangat. Sejak itu, setiap kali ia meminta catatan atau tugas, aku mengirimkannya bukan hanya dengan data, tapi juga ketulusan yang diam-diam kuselipkan. Untuk lebih dekat, aku mulai menyapa lewat status dan unggahannya, meski dalam hati masih bertanya: adakah rasa yang sama di sisinya? Hingga suatu hari aku berhenti menyapa langsung, hanya membuat status dan Aisyah membalas. Balasannya sederhana, tapi cukup mengubah segalanya. Sejak itu, komunikasi kami tak lagi biasa. Dari layar kecil dan interaksi sederhana, tumbuh cinta yang perlahan menjadi ikatan sebuah awal yang diam-diam mengarah pada bahtera bernama masa depan bersama.

Waktu membawa kami pada fase jarak jauh yang tak terelakkan, saat Irdi, harus melanjutkan studi S2 di Yogyakarta. Kegelisahan pun hadir, Irdi yang takut kehilangan, sementara Aisyah mendambakan kejelasan. Dalam ragu dan harap, tumbuh keberanian untuk membawa kisah ini ke tahap serius, hingga Aisyah menyampaikan niat kepada orang tua. Dua keluarga pun bertemu dan menyepakati satu hal: tunangan dilaksanakan, tetapi pernikahan akan digelar usai pendidikan selesai. Maka dimulailah LDR, penuh rindu dan ketidakpastian, bagai rembulan yang kehilangan cahayanya. Meski berat, kami percaya, kesetiaan akan memelihara cinta ini hingga tiba waktunya untuk benar-benar bersama.

Skenario Allah begitu indah, melebihi rencana manusia. Setelah sekian lama bersama dalam penantian, akhirnya Irdi memantapkan hati mengkhitbah Aisyah, perempuan yang selama ini dinanti, jelita dalam rupa, lembut dalam jiwa. Usai lulus CPNS dan menghentikan studi S2, tanpa ragu Irdi melangkah. Pertemuan dua keluarga pun menghasilkan keputusan bulat yakni akan dilaksanakan pernikahan. Di waktu dan tempat yang ditentukan-Nya, kami dipersatukan, memulai perjalanan hidup bersama dalam ikatan suci, sebagaimana yang selama ini kami doakan dalam diam.

We first met as cadets, facing challenges and growing side by side. Through it all, we supported one another and to our surprise, later learned from our families that we are actually relatives.

As time passed, our connection grew stronger. We found comfort and joy in each other’s presence. That year, Nazim proposed and we joyfully said yes to a future together.

We got engaged during the blessed week of Eid Mubarak. Wedding planning has been a whirlwind, but filled with love and laughter. Soon as September graces this year, our forever begins.

Saat itu, kami sama-sama sebagai remaja Masjid Muhajirin Griya Taman Asri. Ilma yang masih duduk di bangku SMP, penuh semangat dan tawa yang khas remaja. Sementara Rhama, sudah mulai melangkah ke dunia perkuliahan, mencoba memahami arah hidup. Meski hanya sebentar, momen itu tertanam dalam ingatan. Setelahnya, semesta membawa kami ke jalan masing-masing, tanpa kabar, tanpa komunikasi.

Tahun-tahun berlalu. Waktu membawa kami ke tempat dan pengalaman yang berbeda, beberapa manis, banyak pula yang mengajarkan tentang kehilangan dan kesabaran. Tapi tak satu pun dari kami benar-benar melupakan Ramadhan tahun 2015 itu.

Benang-benang yang dulu sempat terurai mulai dijahit ulang. Kali ini dengan kedewasaan dan kejelasan tujuan. Kami mengenal ulang satu sama lain, bukan sebagai dua orang remaja Ramadhan 2015, tapi sebagai dua jiwa dewasa yang siap saling menempuh masa depan. Sejak awal menjalin hubungan, jarak adalah teman dekat kami, selama 4 tahun kami menjalani hubungan jarak jauh, mulai dari Jakarta-Jogja, Bandung-Jogja, bahkan Palembang-Jogja. Namun, jarak bukanlah masalah yang besar untuk kami.

Pertemuan di tahun 2021 yang tak pernah disangka akan terjadi ternyata membawa kami pada sebuah ikatan suci, kami telah melangsungkan acara lamaran pada tanggal 18 Januari 2025. Kini, kami bersiap menuju hari yang dulu hanya dalam bayangan. Kami akan menikah, mengikat janji untuk selamanya. Karena cinta yang baik, seperti Ramadhan, selalu datang di waktu terbaik dan mengajarkan bahwa pertemuan yang ditakdirkan, tak pernah benar-benar terlambat. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Sayidina Ali bin Abi Thalib, “Apa yang menjadi takdirmu akan menemukan jalannya untuk menemukanmu”